Tradisi Ziarah Kubur atau Nyekar, Bukan Sekedar Tabur Bunga

Tradisi Ziarah Kubur atau Nyekar, Bukan Sekedar Tabur Bunga

Dengan melakukan nyekar atau ziarah kubur, kita akan dapat mengambil pelajaran dari orang yang wafat untuk dijadikan refleksi diri. Nyekar dan ziarah kubur bukanlah suatu keharusan, namun dengan melakukannya juga bukan menjadi hal yang sia-sia. 

 

Doa yang dipanjatkan sebenarnya bukan hanya untuk arwah leluhur, namun juga untuk peziarah sendiri. Ziarah kubur sejatinya hanya titik awal bagi orang yang masih hidup untuk berbuat lebih baik lagi. 

 

Jika dimaknai lebih dalam, nyekar dan ziarah kubur sebenarnya untuk kita yang masih hidup. Mereka yang mati memang sudah ketentuan Tuhan. Meneladani kebaikan dari leluhur yang telah wafat dan mengambil sisi baik lalu mengaplikasikannnya, tentu lebih penting daripada hanya sekadar menabur bunga. 

 

Oleh karena itu, nyekar dan ziarah kubur jangan hanya berhenti pada tradisinya saja, tetapi juga dihayati folosofinya. Dalam banyak hal, tradisi nyekar adalah sesuatu yang positif. 

 

Tujuan berziarah dapat dipahami sebagai usaha agar manusia tidak mengalami disorientasi hidup, tidak terlarut dalam problema kehidupan, dan agar tidak lupa dengan hakikat hidup yang dijalani. 

 

Saat berziarah, sebenarnya manusia sedang mengukuhkan dirinya kembali dengan menggunakan sosok leluhur sebagai cermin, bukan mengharap bantuan "gaib" leluhur sebagai perantaraan Tuhan. 

 

Dengan demikian, nyekar atau ziarah kubur tampaknya bukanlah tujuan semata, melainkan sarana. Saat berziarah, yang masih hidup akan mengingat mati dan belajar dari kebaikan leluhur sehingga dalam menjalani ibadah puasa akan merasa dibimbing oleh memori kebaikan dari leluhur itu. 

 

Ditulis oleh: Ronggo Panuntun

Berbagai sumber