Mengenal Telampong, Alat Musik Kebanggaan Masyarakat Minangkabau

Mengenal Telampong, Alat Musik Kebanggaan Masyarakat Minangkabau

Reviens.id, Palangka Raya - Kekayaan seni di Indonesia sangatlah besar, seperti halnya di daerah Sumatera Barat (Sumbar) yang menjadi rumah bagi masyarakat Minangkabau. Tidak hanya dari segi seni tarinya yang asik untuk dinikmati, begitu pula dengan seni musiknya.

Salah satu alat musik khas Minangkabau adalah talempong. Biasanya dalam berbagai acara atau peringatan hari besar alunan talempong tak ketinggalan meriuhkan suasana. Dalam pementasannya talempong biasanya dimainkan bersama dengan berbagai alat musik lain, seperti seluang, gandang, sarunai, bahkan akordeon.

Secara bentuk, talempong sekilas mirip dengan bonang, salah satu instrumen dalam alat musik gamelan. Namun perbedaanya terletak pada bunyi yang hasilkan talempong dengan bonang. Selanjutnya, bonang dibuat dengan cara ditempa maka talempong ini dibuat dengan menggunakan cetakan  yang diisi dengan logam cair.

Talempong ada sejak masa awal penyebaran islam di Indonesia pada akhir abad ke-13. Sesuai dengan cerita Tambo, karya sastra sejarah dan legenda Minangkabau, talempong ini asalnya dari Pariangan, sebuah daerah yang menjadi tempat asal masyarakat Minangkabau.  

Sementara itu, pendapat yang lebih tua mengatakan bila cikal bakal alat musik ini sudah ada sejak era kebudayaan Dongson yang banyak menggunakan peralatan berbahan logam. Bersumber dari penelitian akademisi seni ISI Padang Panajng, Andar Indra Sastra, dalam buku Musik Perunggu : Perkembangan Budayanya di Minangkabau karya Mahdi Bahar, diasumsikan bila talempong ini juga masih berkerabat dengan gamelan baleganjur dari Bali dan gamelan munggang dari Jawa Tengah.

Pada akhir masa kekuasaan raja Melayu yang bernama Adityawarman, talempong menjadi sebuah perlambangan kebanggaan bagi orang-orang yang berada dalam lingkungan kerajaan. Di masa ini pula talempong menjadi semakin berkembang.

Dari segi cara bermainnya terdapat dua jenis talempong, yaitu talempong pacik dan talempong duduak.  Talempong berjenis pacik adalah talempong yang dimainkan dengan cara berdiri. Pemain membawa talempong ini di salah satu tangan, sementara tangan yang lain memegang pemukulnya. Biasanya dimainkan ketika upacara tertentu ketika ada arak-arakan.

Pemainnya terdiri atas 3 sampai 5 orang yang memainkan irama berbeda-beda, dengan masing-masing orang membawa satu hingga dua talempong. Tetapi, bunyi-bunyian yang berbeda tersebut akan terasa serasi dan enak didengar ketika dimainkan pada tempo yang sesuai.

Untuk yang berjenis duduak dimainkan dengan duduk. Talempongnya diletakkan pada tempat yang bernama rea. Memainkan talempong jenis ini tergolong lebih sulit daripada yang berjenis pacik.

Talempong yang tradisional menggunakan tangga nada pentatonis. Namun, seiring dengan perkembangannya, mulai banyak para seniman yang mengembangkan alat musik ini dengan menggunakan nada yang diatonis. Sehingga, alat musik yang ini bisa digabungkan dengan berbagai jenis musik modern yang ada hingga saat ini.

Salah satu orang yang cukup berpengaruh dalam pengembangan musik talempong ini adalah Yusuf Rahman, seorang komponis kondang dalam hal musik tradisional Sumatra Barat di era 70-an. Adanya penggabungan dengan alat musik modern ini juga membuat talempong bisa terus bertahan hingga sekarang dan digemari berbagai kalangan. 

Talempong saat ini tak hanya sekedar menjadi alat musik yang erat dengan ritual adat atau perayaan tertentu, namun menjadi salah satu hiburan yang disukai orang banyak di bumi Minangkabau.